Most Recent

Asal Mula Orang Aceh
Rupanya, ikhtiar pencarian asal-usul orang Aceh sudah sangat lama dilakukan, jika dibandingkan dengan munculnya perdebatan siapa yang paling Aceh, yang celakanya, adalah klaim pribumi di antara orang Aceh sendiri di pasca perang. Paling tidak, upaya itu sudah dilakukan oleh Snouck Hurgronje dan Denys Lombard. Hurgronje mencoba menelusuri dalam berbagai sumber tertulis, khususnya dari sajak-sajak kepahlawanan. Walau pada akhirnya, ia berkesimpulan masih belum menemukannya juga.

Orang Mante yang disebut-sebut oleh para informan sebagai manusia pertama di Aceh, ternyata mereka hanya ada dalam kisah-kisah lisan orang Aceh saja. Meski pun, bukan berarti mereka tidak ada. Namun, apa yang telah dilakukan oleh Hurgronje tetap saja memberikan pada kita sebuah gambaran yang samar-samar tentang asal-usul orang Aceh.

Lombard mendapat sumber lain, yakni mitos tentang asal-usul orang Aceh dari keturunan Imael dan Hagar. Kisah lainnya, berasal dari keturunan pangeran  Campa yang terusir oleh kekuatan politik dari Vietnam, yang mencari perlindungan ke Aceh.  Apalagi menurut Cowan, ada kemiripan antara budaya Campa dan Aceh dalam hal persajakan.

Hal itu ada benarnya jika dipertimbangkan temuan Graham Thurgood tentang adanya relasi antara bahasa Aceh dengan rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Aceh termasuk ke dalam kelompok Chamic bersama dengan bahasa bangsa-bangsa di wilayah Indocina.

Kalau bahasa Melayu bersama bahasa Tamiang, Minangkabau masuk kelompok Malayic. Sedangkan bahasa Karo-Batak, termasuk kelompok Batak bersama bahasa Alas dan Kluet. Sedangkan Gayo tersendiri (yang masih dalam pertanyaan Thurgood), tapi menurut Giulio Soravia yang meneliti bahasa Alas bahwa sangat dekat hubungannya dengan bahasa Gayo dan Karo-Batak. Kesemua itu termasuk dalam Malayo-Polynesia Barat.

Penjelasan Thurgood itu menimbulkan pertanyaan, mengapa justru bahasa Melayu yang menjadi utama dalam komunikasi, bukannya bahasa Aceh itu sendiri? Jelas, bahasa Melayu sebagai lingua franca Dunia Melayu –yang termasuk Aceh di dalamnya. Artinya, untuk kepentingan komunikasi yang lebih luas (kosmopolit) antara orang Aceh dengan orang bukan Aceh. Lalu, dalam lingkungan Aceh sendiri dipakai sebagai media penulisan, pendidikan dan seterusnya. Jika kita mempertimbangkan fenomena ini, maka Aceh pada saat itu berada di dalam Dunia Melayu, bersama berbagai bangsa lainnya. Terlihat, cara pandang orang Aceh pun sudah keluar, kosmopolit (maka butuh bahasa Melayu), bukannya ke dalam, domestik (yang cukup dengan bahasa Aceh).

Kembali ke soal asal-usul orang Aceh, jika kita mempertimbangkan sejarah yang terkait dengan; dan bahasa (dan budaya) Aceh yang serumpun dengan Indocina,  maka unsur utama orang Aceh adalah dari Indoncina. Sementara budaya dan dinamika politik di kawasan itu, dalam periode tertentu menurut Groslier, pernah sangat dipengaruhi oleh Cina dan India secara paralel. Bila Cina dengan jalan penaklukan, maka India dengan jalan non-kekerasan. Dan, perjalanan Karl May juga telah menjelaskan bahwa hingga akhir abad 19, ada komunitas Kong Hu Cu dan rumah ibadatnya di pedalaman Aceh.

Hal yang agak pasti, Aceh terbentuk secara politik, maka sebutan orang Aceh, sejalan dengan kemunculan Kesultanan Aceh itu sendiri, yakni sekitar pertengahan abad 16. Karena Ali Mughayat Syah baru menundukkan Samudra Pasai pada 1524. Artinya, Aceh sebagai teritorial belum sempurna, dan juga berarti Aceh sebagai bangsa belum muncul.

Pertama kali, Hurgronje berpedoman dari pendapat Tgk Chik Kutakarang yang menyatakan orang Aceh berasal dari Arab, Persia (Iran) dan Turki. Definisi itu disampaikan oleh Teungku, baik secara lisan maupun di dalam pamflet-pamflet politiknya, yang barangkali Hikayat Perang Sabilnya. Dan, hingga kini pun kita sangat mengenal Aceh merupakan akronim dari Arab, Cina, Eropa dan Hindu (India).

Mungkin pula, apa yang disampaikan oleh Tgk Chik Kutakarang mewakili gambaran tentang asal-usul elite Aceh, bukan untuk lapisan sosial bawah. Apalagi, menurut penglihatan Hurgronje bahwa keluarga terkemuka, para aulia, para ahli hukum, saudagar besar, syahbandar, penulis, orang kepercayaan raja, bahkan raja-rajanya sendiri sebagian besar, kalau bukan semua, adalah berasal dari keturunan asing.

Sedangkan untuk lapisan bawah, barangkali unsur Melayu yang tidak begitu dirincikan lebih lanjut oleh Hurgronje. Mereka terkait dengan sistem perbudakan yang berlaku di Aceh pada periode itu. Orang Aceh lapis bawah terdiri dari unsur Nias, Batak, Cina dan Abesinia (Ethiopia). Baru pada generasi berikutnya –setelah menjadi manusia bebas dan perkawinan silang, mereka  dapat dikatakan sebagai orang Aceh.

Budak asal Nias (Nieh) dianggap lebih baik daripada Batak. Sedangkan, budak Cina melambangkan tingkat sosial yang tinggi tuannya karena mereka berkedudukan sebagai gundik. Sedangkan budak Abesinia (Abeusi) menjelaskan bahwa tuannya telah pergi ke Mekkah. Relasi perbudakan menjelaskan status sosial.

Untuk hal asal-usul strata bawah ini perlu adanya pengkajian yang lebih lanjut lagi, terutama tentang sejarah strata sosial yang disebut Lamiet. Sebab, jika merujuk pada Takeshi Ito, budak-budak itu ada juga yang didatangkan (impor) dari Bengal, Kalinga dan pantai Coromandel. Mereka adalah bagian dari sistem perdagangan barter. Kesultanan Aceh, khususnya di masa Iskandar Muda, mengekspor gajah dan mengimpor budak.

Unsur Melayu dari Bugis dan Jawa sangat sedikit disinggung. Untuk unsur Jawa telah ada dalam Hikayat Aceh. Pertama, kita bisa mempertimbangkan kehadiran orang Jawa dalam acara Sultan Zainal Abidin: “Dan menjuruh Djawa bermain tombak dan bermain wajang dan gender dan orang bertandak dan mengigal dan netiasa menjuruh orang bernjanji dan berharbab dan ketjapi dan berbangsi dan serba bagai permainan.” Kedua, dari keberadaan Kampung Jawa: “Maka Pantjagahpun bangkit dengan segala angkatan itu lalu ilir* ke Kampung Djawa jang bernama Bandar Ma’mur itu.”

Akronim Aceh itu, kalau dilihat dari asal-usul nama Aceh tentunya tidak dapat dibenarkan, tapi dapat dipakai sebagai acuan untuk menemukan unsur-unsur darah asing di Aceh. Hindu, atau India, lebih tepat lagi Kling, merupakan salah satu unsur darah orang Aceh. Bahkan Kleng menjadi simbol karakter sosial yang mana individu itu adalah ureueng meudagang (orang asing, orang yang mobilitasnya tinggi). Lombard mengatakan di Aceh ada evolusi dari pengaruh Hinduisasi menjadi Indianisasi.

Hal ini bisa kita rujuk pada artikel Y. Subbarayalu tentang penemuan prasasti tahun 1088 M di Barus. Prasasti bertulisan bahasa Tamil itu sama dengan tulisan pada prasasti abad 11-12 M dari Dinasti Cola di Tamil Nadu. Hal ini mengingatkan kita pada Perang Cola I (1030) di masa Lamuri  (900-1513).

Prasasti menyebutkan istilah komunitas “seribu lima ratus”, yang berasal dari India Selatan. Istilah senada kita kenal dalam katagori sosial yang muncul di masa Kesultanan Aceh, yakni kawom Lhee Reutoih, yang merupakan salah satu dari empat komunitas yang ada pada masa kesultanan dalam periode itu.

Prasasti itu juga memberikan penjelasan bahwa Barus telah menjadi pusat perdagangan antar bangsa, dan telah terbentuk koloni Tamil yang bermukim secara permanen dan semi permanen. Hal ini sejalan dengan teori Groslier tentang penyebaran pengaruh India melalui perdagangan. Pengaruh ini di Aceh, sejalan dengan penamaan perkampungan di masa kesultanan, seperti kampung Jawa, kampung Pande, dan lainnya di seputar ibukota yang berevolusi ke arah spesialisasi menurut profesi pemukimnya.

Bagaimana dengan unsur Eropa dan Arab dalam darah orang Aceh? Untuk unsur Eropa, orang sering merujuk pada keturunan Portugis di Lamno. Selebihnya gelap, atau mungkin hanya kasus-kasus invidual yang merupakan tawanan perang yang dapat pembebasan setelah masuk Islam dan melakukan perkawinan dengan pribumi.

Perihal unsur Arab, sekalipun belum dibahas, orang telah berkesimpulan pasti ada dalam darah orang Aceh. Van den Berg, ketika mengkaji tentang Orang Arab di Nusantara dan diterbitkan pertama kalinya pada 1886, hanya sedikit menyinggung tentang orang Arab di Aceh. 

Hal yang pasti sejak muncul hubungan dengan dunia atas angin di abad pertengahan, maka Aceh menjadi tempat perhentian pertama pelayaran orang Arab asal Hadramaut ke Nusantara. Rute mereka dari al-Mokalla atau asy-Syihr, Bombay, Ceylon, Aceh, Palembang, Pontianak dan Semenanjung Malaka (khususnya Singapore). Namun di Aceh, mereka tidak membentuk koloni, melankan menyebar ke seluruh Aceh. Lain halnya dengan di tempat lain, seperti di Palembang yang terbentuk koloni Arab yang besar.

Pengaruh Arab dalam politik Aceh sangatlah besar. Namun, sebelum kemunculan Habib Abd ar-Rahman bin Muhammad az-Zahir yang masuk ke Aceh dari Malaka pada 1864 dan keluar pada 1878, maka jarang ditemukan tokoh penting yang dari namanya berasal dari Hadramaut. Kata Berg, orang Arab di Aceh tidaklah sebagaimana kegemaran di lain tempat yang jarang menggunakan gelar Habib. Di tempat lain, mereka sering menyebut dirinya sebagai sayid yang menjelaskan keturunan dari al-Husain, atau syarif untuk menunjukkan sebagai keturunan cucu Nabi Saw dari al-Hasan.

Kalaulah demikian kisah-kisah yang dapat ditemukan tentang asal-usul orang Aceh, maka barangkali kita bisa mengatakan, bahwa manusia Aceh adalah polietnis yang terdiri dari para imigran yang datang bergelombang waktu ke daratan yang kemudian disebut Aceh. Jadi Aceh adalah kawasan melting pot, yang dihuni oleh manusia Kreol yang karena sudah berbilang waktu menjadi manusia hibrida, yang dengan sendirinya mengkonstruksi budaya hibrida.

Begitulah, bahwa orang Aceh bukanlah dikonstruksi oleh satu ras maupun etnis, karena mereka dikonstruksi oleh kekuatan politik yang muncul dari kesadaran politik para manusia kreol abad 16-17 untuk menata para pemukim menjadi sebuah warga bangsa. Sedangkan dalam konteks politik kekiniannya, maka orang Aceh adalah sebuah bangsa multikultural yang tanpa negara. 

Penulis oleh Otto Syamsuddin Ishak, Modus Aceh.


Readmore: http://www.atjehcyber.net/2011/06/asal-muasal-ureung-aceh.html#ixzz4d52QbN3f 
Sumber: @atjehcyber | fb.com/atjehcyberID 

INFOKOM IPDJ 02 April 2017
Objek Wisata di Aceh Barat
Tempat Wisata - Banyak terdapat objek wisata di Acehbagian Barat ini. Meulaboh adalah Ibu Kotanya. Menurut HM. Zainuddin yakni seorang sejarawan dalam bukunya mengatakan bahwa kata “Meulaboh” merupakan pemberian dari orang-orang Minang, menurutnya orang Minang pernah berlabuh di Teluk Pasi Karam, mereka bersepakat untuk berlabuh dengan mengatakan “disikolah kito berlaboh”. Karena itulah dari versi tersebut, sejak kedatangan orang Minang Negeri pasi Karam kemudian dikenal dengan nama Meulaboh, yakni dihubungkan dengan kisah berlabuhnya pendatang dari minangkabau tersebut. Salah satu daerah terparah akibat bencana alam yang terjadi pada 26 Desember tahun 2004 silam tak lain merupakan daerah Meulaboh yaitu terkena Gempa dan Tsunami Samudra Hindia. Beberapa Objek wisata yang akan kita kenal di Kabupaten Aceh Barat antara lain:

Pantai Suak Ribee
Di Pesisir Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat terdapat tempat rekreasi pantai yang sangat indah, pantai tersebut adalah Pantai Suak Ribee. Pantai ini biasanya ramai dikunjungi  pada saat disore hari dan juga pada saat hari libur atau akhir pekan, mulai dari berbagai kalangan baik orang dewasa, anak remaja, maupun anak remaja. Pantai ini lebih indah dan menarik sebelum terjadinya bencana tsunami. Ada terdapat disepanjang pinggiran pantai pohon cemara dan kelapa yang tumbuh disana. Fasilitas tempat peristirahatan juga tersedian di Pantai seperti café-café yang berjejer disepanjang jalan. Ketika sore harilah pemandangan yang membuat anda takjub yaitu ketika matahri tenggelamdi saat senja dan merasakan sejuknya angina yang sepoi-sepoi.
Pantai Suak Ribee
Pantai Lhok Bubon
 

Pantai ini terletak di Desa Bubon, Kabupaten Aceh Barat. Untuk menuju ke Pantai Bubon ini jarak tempunya sekitar 8 kilometer dari Kota Meulaboh. Tempat ini merupakan tempat wisata yang selalu ramai dikunjungi para wisatawan. Selain sebagai tujuan pariwisata, pantai ini menjadi lahan perekonomian masyarakat di sekitar, karena Pantai Lhok Bubon dikenal sebagai daerah penghasil makanan laut. Banyak pengunjung yang datang ke pantai ini selain menikmati indahnya alam pantai juga untuk menikmati segarnya makanan laut disana. 
Pantai Lhok Bubon
Pantai Batee Puteh
Adalagi pantai yang lain di kabupaten Aceh Barat yaitu Pantai Betee Puteh. Pantai ini dapat ditempuh dari Kota Meulaboh dengan panjang perjalanan 3 kilometer. Pantai Batee Puteh ini juga sering ramai dikunjungi oleh warga terutama ketika saat liburan untuk berenang ataupun menikmati indahnya pemandangan yang memiliki pasir yang putih dan air yang bersih. Objek wisata ini sangat cocok bagi keluarga. 
Pantai Batee Puteh
Pantai Pusong Sangkalan
 Pantai Pusong ini merupakan pantai yang letaknya langsung berhadapan dengan Laut Samudera Hindia. Karena dengan jarak bibir pantai 1 kilometer dengan Samudera Hindia terdapat Pulau Gosong, sehingga pantai tersebut dikenal dengan nama Pantai Pusong. Sedangkan Sangkalan merupakan nama wilayah pemukiman pantai itu berada. Pantai ini juga dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Pantai Bali. Meski nama tersebut tidak resmi tapi menurut mereka Pantai Pusong ini tidak kalah indahnya dengan Pantai di Bali. 
Pantai Pusong Sangkalan
Dari kota Meulaboh dapat ditempuh sekitar 3 kilometer. Pamandangan dipantai ini begitu asri dan bersih serta memiliki pasir yang bersih tapi agak kasar. Pantai ini juga memiliki gelombang ombak yang besar sehingga tempat ini sangat asyik dan menantang untuk peselancar. Hamparan laut yang biru membuat pengunjung yang datang betah untuk berlama-lama disana memandang indahnya lautan luas. Apalagi ketika disenja hari anda dapat menikmati indahnya pemandangan matahari terbenam di Pantai Putama di Pusong.
Banyak wisatawan dari mancanegara yang datang berkunjung untuk bermain selancar serta berjemur ria dengan memakai bikini yang tidak sesuai dengan kebudayaan di Indonesia terutama di Aceh yang menjunjung tinggi ajaran Islam. Sehingga masyarakat disana tidak menginginkan Pantai Pusong Sangkalan dijadikan sebagai tempat wisata seperti di Pantai Bali yang sangat bebas dan merusak tatanan budaya setempat.

Pantai Lanaga
Pantai ini terletak di Desa Peunaga, Kabupaten Aceh Barat. Jika anda dari pusat Kota Meulaboh butuh jarak tempuh sekitar 5 kilometer untuk sampai ke pantai ini. Keindahan akan panoramanya membuat kawasan ini sering dikunjungi wisatawan. Ada acara perlombaan perahu dengan didesain unik dan menarik yang sering diadakan di pantai ini. Sedangkan ada aktivitas olahraga yang disediakan seperti Jet Sky dan lain sebagainya.
 
Pantai Lanaga

Pantai Cemara Indah
Pantai Cemara Indah merupakan pantai yang banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon cemara. Tempat wisata ini adalah salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi warga Aceh di bagian Aceh Barat. Apalagi ketika musim libur dan akhir pekan, pantai ini juga banyak didatangi dari masyarakat luar. Tempat wisata yang satu ini sangat cocok bagi rekreasi keluarga, karena ada terdapat Taman Rekreasinya. Pantai Cemara Indah ini masih terus dikembangkan dan sedang dalam tahap pembangunan. Fasilitas-fasilitas seperti pelayanan sarana air bersih, listrik dan telepon sudah ada disini, bangku taman, warung makan, tempat permainan anak-anak, lapangan olahraga dan musholla juga telah tersedia.
Pantai Cemara Indah
Masjid Agung Meulaboh
Masjid Agung Meulaboh ini terletak di Pusat Kota Meulaboh yakni di Jalan Imam Bonjol, Kabupaten Aceh Barat. Masjid ini mudah dijangkau karena letaknya berada di Pusat Kota, baik dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun dengan kendaraan umum. Masjid ini merupakan Masjid Kebanggaan di Kabupaten Aceh Barat yang dibangun dengan arsitektur yang indah, dengan kubahnya berwarna dominan terang. Wisatawan lokal maupun asing banyak berkunjung ke masjid ini untuk beribadah ataupun hanya menikmati keindahan arsitektur masjid ini.
Masjid Agung Meulaboh
Makam Pahlawan Nasional Teuku Umar 
Salah satu objek wisata sejarah yang bisa anda kunjungi di Kabupaten Aceh Barat ini yakni Makam Pahlawan Nasional. Makam ini terletak di Desa Meugo Rayeuk, Kabupaten Aceh Barat. Untuk mencapai ke tempat wisata ini dari Pusat Kota Meulaboh butuh jarak tempujk sekitar 35 kilometer. Bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.  Di kawasan Makan Teuku Umar juga terdapat kawasan Hutan Lindung. Ada terdapat pohon besar yang dapat mengeluarkan air tiada hentinya dan bisa diminum oleh siapa saja. Banyak wisatawan lokal ataupun mancanegara yang datang untuk melihat tempat wisata sejarah ini. Kawasan Makam Teuku Umar sangat aman, nyaman dan sejuk dengan udara yang segar dan masih sangat alami.
Makam Teuku Umar





Sumber Informasi : 
http://www.kebudayaanindonesia.com/2014/10/objek-wisata-kabupaten-aceh-barat.html

INFOKOM IPDJ
Sejarah Bireuen dan Asal Usul Julukan Kota Juang
Bireuen—Julukan Kota Juang yang ditabalkan untuk Kabupaten Bireuen menarik untuk ditelusuri asal usulnya. Terlebih masih banyak orang yang tidak mengetahuinya. Bahkan mereka yang mengaku orang Bireuen sekali pun.
Tgk Sarong Sulaiman, seorang pelaku sejarah dan pejuang yang sekarang berusia 110 tahun, yang berdomisili di Desa Keude Pucok Aleu Rheng, Peudada Bireuen, saat ditemui Narit di rumahnya, kelihatan masih sehat dan ingatannya pun masih kuat.
Menurut Kepala Badan Statistik (BPS) Aceh, Syeh Suhaimi kepada Narit, Tgk Sarong merupakan salah seorang pelaku sejarah yang masih hidup. “Beliau merupakan seorang pejuang kemerdekaan negara ini, bahkan terlibat langsung dalam masa pergerakan melawan penjajahan Belanda dulu,” kata Syeh Suheimi saat melakukan sensus penduduk di Bireuen beberapa bulan lalu.

Bireuen itu berasal dari Bahasa Arab yaitu asal katanya Birrun, artinya kebajikan, dan yang memberikan nama itu juga orang Arab pada saat Belanda masih berada di Aceh

Ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu, Kakek Sarong yang terlihat masih bugar dengan lancar menceritakan sejarah Aceh pada umumnya dan Bireuen khususnya. Tgk Sarong pernah menjadi komandan pertempuran Medan Area tahun 1946, yang saat itu diberi gelar Kowera (Komandan Perang Medan Area).
Ayah tiga anak dan sejumlah cucu ini,  pernah ditawarkan menjadi guru ngaji di Arab Saudi, ketika dirinya bersama istri menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci pada tahun 60-an. Namun, tawaran itu ditolaknya karena sayang pada sang istri yang harus pulang ke Aceh tanpa pendamping. “Itu romansa masa lalu. Tapi, di sini (Aceh-red) saya juga menjadi guru ngaji he he he…,” katanya sambil terkekeh
Menurut pelaku sejarah yang lancar berbahasa Arab dan Inggis ini, “Bireuen itu berasal dari Bahasa Arab yaitu asal katanya Birrun, artinya kebajikan, dan yang memberikan nama itu juga orang Arab pada saat Belanda masih berada di Aceh. Kala itu, orang Arab yang berada di Aceh mengadakan kenduri di Meuligoe Bupati sekarang. Saat itu, orang Arab pindahan dari Desa Pante Gajah, Peusangan, lalu mereka mengadakan kenduri. Kenduri itu merupakan kebajikan saat menjamu pasukan Belanda. Orang Arab menyebut kenduri itu Birrun. Sejak saat itulah nama Bireuen mulai dikenal,” kata pria berkulit sawo matang yang mengaku pernah jadi guru Bahasa Arab di sebuah sekolah di Aceh tempoe doeloe.
Dengan  penuh semangat, Tgk Sarong Sulaiman menceritakan, sebelum Bireuen jadi nama Kota Bireuen yang sekarang ini, dulu namanya Cot Hagu. Setelah peristiwa itulah, nama Cot Hagu menjadi nama Bireuen. “Jadi Bireuen itu bukan asal katanya dari bi reuweueng (memberi ruang/ lowong atau celah), tetapi, Birrun itulah asal kata nama Kota Bireuen sekarang,” kata pria yang mengaku pernah berhasil memukul mundur pasukan Kolonial Belanda, saat bertempur melawan penjajahan dulu.

Asal usul Julukan Kota Juang

Adapun mengenai Bireuen dijuluki sebagai Kota Juang, menurut keterangan para orang tua-tua di Bireuen, Bireuen pernah menjadi  ibukota RI yang ketiga selama seminggu,  setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi Belanda. “Meuligoe Bupati Bireuen yang sekarang ini pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno,” kata almarhum purnawirawan Letnan Yusuf Ahmad (80), atau yang lebih dikenal dengan  panggilan Letnan Yusuf  Tank, yang berdomisili di Desa Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Narit berkunjung ke kediamannya sebelum almarhum dipanggil Yang Maha Kuasa.
Bahkan katanya, peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen  khususnya, dalam mempertahankan kemerdekaan Republik ini, begitu besar jasanya. “Perjalanan sejarah telah membuktikannya. Di zaman Revolusi  1945, kemiliteran Aceh pernah dipusatkan di Bireuen,” paparnya bersemangat.
Saat itu, katanya, dibawah Divisi X Komandemen Sumatera Langkat dan Tanah Karo dibawah pimpinan Panglima Kolonel Hussein Joesoef yang berkedudukan di  Meuligoe Bupati yang sekarang, pernah menjadi kantor Divisi X dan rumah kediaman Panglima Kolonel Hussein Joesoef.  “Waktu itu Bireuen dijadikan sebagai pusat perjuangan dalam menghadapi setiap serangan musuh. Karena itu pula sampai sekarang, Bireuen mendapat julukan sebagai Kota Juang,” katanya.
Presiden Soekarno, lanjut Yusuf Tank, juga pernah mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef, yang bermarkas di Kantor Divisi X di Meuligo Bupati Bireuen yang sekarang. “Bireuen pernah  menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta Ibukota RI yang kedua, kembali dikuasai Belanda. Kebetulan Presiden Soekarno juga berada di sana saat itu,menjadi kalang kabut. Akhirnya  Soekarno memutuskan mengasingkan diri ke Bireuen pada Juni 1948, dengan pesawat udara khusus Dakota.yang dipiloti Teuku Iskandar. Pesawat itu turun di lapangan Cot Gapu,” kisahnya sambil menerawang.
Saat itu Soekarno disambut para tokoh Aceh diantaranya, Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud Beureu’eh,  Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat bahkan ratusan pelajar Sekolah Rakyat (SR) dan malam harinya diselenggarakan leising (rapat umum) akbar.
Dalam rapat itu Soekarno yang dikenal singa podium Asia dalam pidatonya membakar semangat juang rakyat di Keresidenan Bireuen apalagi pada saat itu mengatakan bahwa Belanda telah menguasai kembali Sumatera Timur (Sumatera Utara).
Setelah itu Kemiliteran Aceh, dari Banda Aceh dipindahkan ke Juli Keude Dua di bawah Komando Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef dengan membawahi  Komandemen Sumatera, Langkat dan Tanah Karo. “Dipilihnya Bireuen sebagai pusat kemiliteran Aceh, lantaran Bireuen letaknya sangat strategis dalam mengatur strategi militer untuk memblokade serangan Belanda  di Medan Area yang telah menguasai Sumatera Timur (sekarang Sumut-red),” kisah Yusuf Tank.
Lalu Pasukan tempur Divisi X Komandemen Sumatera silih berganti dikirim ke Medan Area. Termasuk diantaranya pasukan tank di bawah pimpinan dirinya, yang memiliki puluhan unit mobil tank hasil rampasan dari tentara Jepang. Dengan tank-tank itulah pasukan Divisi X mempertahankan Republik ini di Medan Area dan juga di zaman Revolusi 1945,  Pendidikan Perwira Militer  (Vandrecht),  pernah dipusatkan di Juli Keude Dua sekarang ini. “Aceh yang tak pernah mampu dikuasai Belanda dan Aceh juga adalah daerah modal Indonesia,” katanya penuh emosi.
Setelah seminggu berada di Bireuen, kemudian Soekarno bersama Gubernur Militer Aceh Abu Daud Beureueh berangkat ke Kutaradja (Banda Aceh) untuk mengadakan pertemuan dengan para saudagar Aceh di Hotel Atjeh, di sebelah selatan masjid Raya Baiturrahman.
Dalam pertemuan itu Soekarno ‘merengek’ kepada masyarakat Aceh untuk menyumbang dua pesawat terbang untuk negara. Siang itu Presiden Soekarno sempat tidak mau makan sebelum menadapat jawaban dari Tgk Daud Beureu’eh. Setelah berembug lagi para saudagar Aceh lalu diputuskan bersedia menyumbang dua pesawat terbang sebagaimana diminta Soekarno, lalu masyarakat Aceh dengan cepat mengumpulkan uang yang akhirnya mampu dibeli dua peswat yaitu Seulawah I dan Seulawah II.
Dua peswat itu juga merupakan cikal bakal lahirnya pesawat Garuda Indonesia Airways dan Radio Rimba Raya di Kawasan Kabupaten Bener Meriah. Radio Rimba Raya yang mengudara ke seluruh penjuru dunia, dengan menggunakan beberapa bahasa asing juga merupakan cikal bakal RRI sekarang ini. “Dan itu juga bagian dari radio perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” pungkas mantan pejuang Letnan Yusuf Tank. (Narit / AM Gandapura)



Sumber : http://www.seputaraceh.com/

INFOKOM IPDJ
Kebudayaan Nanggroe Aceh Darussalam
Hai anak bangsa Indonesia, sudahkah kalian mengenali budaya dari daerah sendiri? Sebelum mengenali budaya dari negara lain, kenalilah dahulu kebudayaan indonesia. Baiklah, berikut ini adalah budaya dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam :
 (Sumber: id.m.wikipedia.org)


 1. Rumah Adat
Rumah adat Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat Aceh dibuat dari kayu meranti dan berbentuk panggung. Mempunyai 3 serambi yaitu Seuramoe Keu (serambi depan), Seuramoe Inong (serambi tengah) dan Seuramoe Likot (serambi belakang). Selain itu ada pula rumah adat berupa lumbung padi yang dinamakan Krong Pade atau Berandang.


2. Pakaian Adat

Pakaian adat yang dikenakan pria Aceh adalah baju jas dengan leher tertutup (jas tutup), celana panjang yang disebut cekak musang dan kain sarung yang disebut pendua. Kopiah yang dipakainnya disebut makutup dan sebilah rencong terselip di depan perut.
Wanitanya memakai baju sampai kepinggul, celana panjang cekak musang serta kain sarung sampai lutut. Perhiasan yang dipakai berupa kalung yang disebut kula, pending atau ikat pinggang, gelang tangan dan gelang kaki. Pakaian ini dipergunakan untuk keperluan upacara pernikahan.



3. Tari-tarian Aceh
a. Tari Seudati, berasal dari arab dengan latar belakang agama islam. Sebuah tarian dinamis penuh keseimbangan dengan suasana keagamaan. Tarian ini sangat disenangi dan terkenal di Aceh.

b. Tarian Saman Meuseukat, dilakukan  dalam posisi duduk berbanjar dengan ajaran kebajikan, terutama ajaran agama islam.

c. Tarian Pukat, adalah tarian yang melambangkan kehidupan para nelayan dari pembuatan pukat hingga mencari ikan.

d. Tari Rebana, merupakan tari kreasi yang menekankan pada keterampilan memainkan alat musik "rebana" dalam mengiringi gerak-gerak lincah khas Aceh. Tari ini biasa ditampilkan dihadapan tamu-tamu agung.


(Tari Saman, salah satu tarian Aceh)

4. Senjata Tradisional 
Senjata tradisional yang dipakai oleh penduduk Aceh adalah rencong. Wilahan rencong terbuat dari besi dan biasanya bertuliskan ayat-ayat Al Quran. Selain rencong, rakyat Aceh mempergunakan pula pedang dengan nama pedang daun tebu, pedang oom ngom dan reudeuh. Pedang daun tebu dipakai oleh pamglima perang dan reudeuh oleh para prajurit.

5. Suku 
Suku dan marga yang terdapat di Aceh antara lain : Aceh, Alas, Tamiang, Gayo, Ulu Singkil, Simelu, Jamee, Kluet, dan lain-lain.

6. Bahasa Daerah : Aceh, Alas, Gayo, dan lain-lain.

7. Lagu Daerah : Bungong Jeumpa,




Sumber Informasi : http://www.kebudayaanindonesia.com/2013/05/nanggroe-aceh-darussalam.html

INFOKOM IPDJ
Warga Balas Dendam, Maling Motor Diikat di Sarang Semut Beracun

Penduduk desa yang berada di kawasan hutan Amazon memberi hukuman terhadap dua pencuri motor. Caranya terbilang sadis, mengikat mereka pada pohon yang dipenuhi gerombolan semut ganas.
Melansir Visordown, Selasa 16 Maret 2014, dua pencuri laki-laki yang diperkirakan berusia 18 dan 19 tahun hampir tewas setelah diserang kawanan semut mematikan.
Kejadian unik ini terjadi di kawasan hutan Amazon, Ayopaya, Bolivia barat. Siksaan kepada kedua maling motor itu berlangsung selama 3 hari berturut-turut.
Mereka dibebaskan pada Sabtu pekan lalu, ketika kerabat keduanya membayar uang tebusan–kompensasi atas sepeda motor yang hilang, sebesar 2.211 pound sterling (Rp42 juta), hampir empat kali upah Bolivia rata-rata tahunan.
Kedua maling motor itu langsung kritis dan seorang lagi hancur ginjalnya. “Mereka mengalami kondisi yang sangat parah, hampir tewas, karena diserang oleh gerombolan semut beracun,” ujar Dr. Roberto Paz yang bertugas di Bolivia Cochabamba hospital.
Semut ganas pseudomyrmex triplarinus diketahui memiliki racun yang membuat korbannya tewas. Tapi racun dalam dosis kecil di semut itu bisa digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk arthritis .
Binatang ini hidup di pohon triplaris, yang tumbuh di seluruh Amerika Tengah dan Selatan.

Sumber: Berita Hangat

INFOKOM IPDJ 30 March 2017
Waspada! Predator Anak Intai Korban di Aplikasi Musical.ly

Liputan6.com, Melbourne -Predator anak ternyata juga memanfaatkan media sosial (medsos) untuk mencari korban. Salah satu modus terbarunya adalah memperdaya korban lewat aplikasi karaoke online Musical.ly, aplikasi karaoke online yang banyak digandrungi pengguna berusia 9-14 tahun.
Peristiwa terjadi pada seorang anak perempuan bernama Charli yang tinggal di Melbourne, Australia. Saat itu, Charli yang tengah asyik memainkan iPad milik ibunya, Alicia, mendapati notifikasi dari Musical.ly.
Notifikasi berupa pesan dari akun bernama 'The Real Justin Bieber'. Penasaran, Alicia bertanya kepada anaknya tentang siapa yang mengirim pesan dengan nama tersebut.
Charli mengaku tidak tahu. Karena terlanjur penasaran, Alicia pun mengecek isi pesan dari sosok yang tak dikenal itu. "Pesan yang dikirim itu adalah pertanyaan 'siapa yang mau memenangkan video call 5 menit bersama aku (Bieber)?," kata Alicia sebagaimana dilansir NewsAustralia, Rabu (29/3/2017).
Awalnya, Alicia tidak curiga. Ia malah mengira akun tersebut benar-benar akun resmi Justin Bieber. Setelah beberapa saat, barulah ia menerima notifikasi selanjutnya dari akun yang sama. "Isinya sangat mengejutkan. Tidak senonoh. Saya langsung simpan iPad saya dan tidak diperlihatkan ke Charli," lanjut Alicia.
"Kamu hanya perlu mengirimkan foto tanpa busana, atau juga bisa foto alat kelaminmu,” begitu kira-kira isi dari pesan tersebut. "Sudah banyak yang mengirimkan aku foto seperti ini, aku berjanji tidak akan memberi tahu yang lain kalau kamu juga mengirimnya," lanjutnya.
Tak butuh waktu lama, Alicia langsung melaporkan pesan tersebut ke pihak kepolisian. Meski begitu, polisi mengaku kesulitan mencari identitas sang pelaku, sebab bisa saja pelaku ada di belahan dunia lain dan sulit dilacak.
"Untung saya berada di sebelah Charli. Saya sedih, banyak sekali anak-anak yang bisa saja menerima pesan ini tanpa didampingi orangtua," tutur Alicia.
Musical.ly sendiri adalah aplikasi karaoke yang memang digunakan banyak pengguna anak-anak hingga remaja. Ia didirikan pada 2014 dengan jumlah pengguna aktif lebih dari 50 juta. Sayang, aplikasi ini sering disalahgunakan pihak tak bertanggung jawab seperti predator anak.

Khusus bagi para orangtua, Alicia menyarankan bahwa sebaiknya mereka selalu mendampingi anak-anaknya dalam menggunakan gadget, tak hanya aplikasi medsos. Pasalnya, predator anak di luar sana bisa saja mengintai dengan banyak modus yang berbahaya.
"Kita harus berhati-hati dengan internet. Meski kini bersifat sebagai jendela informasi, di sisi lain internet juga membawa dampak berbahaya, khususnya bagi anak kecil yang notabene belum mengerti banyak hal," tandas Alicia.
"Semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua," pungkasnya.

Sumber: Liputan6.com

INFOKOM IPDJ 29 March 2017