Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma ruf Amin (kanan)
didampingi Ketua Komisi Fatwa Hasanuddin AF memberikan keterangan
terkait Gafatar di Gedung MUI, Jakarta, Rabu (3/2). MUI menyatakan
organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat karena merupakan
metamorfosis dari aliran Al Qiyadah-Al Islamiyah yang telah dinyatakan
sesat dan Gafatar menganggap Ahmad Musadeq sebagai nabi terakhir. ANTARA
FOTO/Hafidz Mubarak A./nz/16
Meski Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sudah lama difatwakan
haram oleh Majelis Permusyarawatan Ulama (MPU) Aceh dan sejumlah
tokohnya dijebloskan ke penjara, tapi organisasi ini masih mampu menarik
simpatisan di Serambi Mekkah. Sejumlah warga Aceh yang menghilang
diduga bergabung dengan organisasi yang didirikan Ahmad Musadeq itu.
Beberapa di antara ‘korban’ malah nekat meninggalkan anak dan
suami/istrinya. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bahkan sudah memastikan
19 orang eks Gafatar Aceh berada di sana.
Mengapa mahasiswa dan kelompok intelektual tergolong rentan
dipengaruhi untuk masuk organisasi tersebut? Serambi menurunkan laporan
eksklusif tentang orang-orang yang hilang di Aceh, nama-nama anggota
Gafatar Aceh yang sudah teridentifikasi, dan derita keluarga yang
ditinggalkan, dalam laporan eksklusif berikut ini.
NAMIRA Fatya Alzikra (5) dan Hafizd Alislam (8), duduk bersila
menatap televisi. Sesekali mereka tertawa sendiri. Kedua bocah anak
pasangan Anwar MD-Cut Asmaul Husna ini asyik menonton film kartun sore
itu. “Alhamdulillah, Namira sudah agak membaik,” kata sang ayah, Anwar
MD, saat ditemui Serambi di rumahnya Desa Paya Cut, Peusangan, Bireuen,
Selasa (2/2).
Mira—begitu ia biasa disapa--duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Dia
diantarkan sang ayah setiap pagi, sejak kepergian sang bunda, dua bulan
lalu. Namun, akhir-akhir ini Mira jarang bersekolah. Kondisinya
sakit-sakitan. Badannya jadi kurus kering. Seperti halnya anak yang lain
seusianya, si bungsu ini tergolong manja. Hampir setiap kali makan
disuapi sang bunda. Namun, sejak ibunya menghilang, Mira ogah makan.
Demam bisa datang tiba-tiba. “Namira teuingat that keu mamak/Namira
rindu sekali pada mama -red),” katanya saat ditanya Serambi.
Mira adalah korban hilang ibunda. Di Aceh, sudah tak terhitung
kasus-kasus kehilangan serupa. Sebagiannya diduga bergabung dengan
organisasi semacam Gafatar, namun sebagian lainnya tak terungkap sampai
kini.
Di Aceh Barat, Adrian (45) dan anaknya Zahra (4,5), menghilang sejak
Sabtu pekan lalu. Kepada istrinya, pria asal Bogor, Jawa Barat, ini
meminta izin sejenak membeli jajan si anak. Namun, hingga hari ini
Adrian tak pernah kembali.
Menurut istrinya, tidak ada yang aneh dengan ulah suaminya selama
ini, kecuali kerap ikut pengajian sebagaimana dilakukan orang
kebanyakan. Pengajian yang dilakukan sang suami hingga ke luar Aceh.
Syukurnya, sang istri tak pernah tertarik ikut pengajian serupa,
meskipun pernah diajak beberapa kali.
Di Aceh Besar juga ada laporan warga yang hilang, meskipun tidak ada
jaminan mereka bergabung dengan Gafatar. Di Sibreh, Aceh Besar, beberapa
waktu silam, seorang perempuan berinisial NZ (25) juga dilaporkan
menghilang hingga kini.
NZ bekerja di sebuah sekolah unggul di Aceh Besar. Ia diterima karena
tergolong pintar dan punya pengalaman di bidang pengelolaan sekolah
berasrama. Gadis ini lulus setelah menyingkirkan belasan pendaftar
lainnya saat sekolah itu membuka pendaftaran.
“Kemudian, setelah enam bulan bekerja di sini, dia mulai tidak fokus
bekerja karena selalu didatangi seorang lelaki yang belakangan mengaku
calon suaminya. Melihat seringnya kunjungan lelaki itu, kami sempat
menegurnya,” kata kepala sekolah kepada Serambi pekan lalu yang enggan
dipublikasikan namanya.
Kata sang kepala sekolah, si lelaki tersebut mengaku calon istrinya,
sehingga jadi alasan penyebab dia kerap menjenguknya. Kepala sekolah
kemudian membatasi kunjungannya dan menyampaikan hal itu kepada keluarga
NZ. “Ternyata orang tua NZ tak setuju jika gadis ini menikahi lelaki
‘misterius’ itu,” kata sang kepala sekolah.
Setelah berlangsung beberapa bulan, akhirnya NZ meminta izin berhenti
dari pekerjaannya dengan alasan hendak menikah. “Jadi, dia hanya sekira
enam bulan bekerja di sekolah ini. Dia minta izin baik-baik dengan
alasan menikah. Mengenai apakah dia kemudian menghilang atau orang
tuanya tak setuju atau ada hal lain menyangkut dia, saya tak tahu lagi.
Yang jelas, sejak saat itu NZ tak pernah lagi tampak di Aceh Besar,”
kata kepala sekolah tersebut.
Informasi yang beredar di masyarakat, perempuan tersebut hingga kini
hilang tak tentu rimba bersama sang suami. Namun, hingga kini Serambi
belum berhasil mengonfirmasi kepada keluarga terdekatnya.
Orang-orang misterius
Penelusuran Serambi, ada beberapa kasus penyusupan yang dilakukan pihak tertentu dan menyasar anak-anak sekolah, bahkan mengincar siswa di boarding school (sekolah berasrama). Orang-orang ‘misterius’ ini lebih mudah masuk ke sekolah tersebut ketimbang orang tua si anak. Rektor Universitas Malilussaleh (Unimal) Aceh Utara, Prof Dr Apridar mengaku pernah punya pengalaman buruk. “Saya pernah menemukan anak-anak di sekolah berasrama, justru disuruh buka jilbab beramai-ramai dan diajarkan berjoget di luar sekolah. Tentu tanpa sepengetahuan pihak sekolah,” kata Apridar kepada Serambi, Rabu (3/2)
Penelusuran Serambi, ada beberapa kasus penyusupan yang dilakukan pihak tertentu dan menyasar anak-anak sekolah, bahkan mengincar siswa di boarding school (sekolah berasrama). Orang-orang ‘misterius’ ini lebih mudah masuk ke sekolah tersebut ketimbang orang tua si anak. Rektor Universitas Malilussaleh (Unimal) Aceh Utara, Prof Dr Apridar mengaku pernah punya pengalaman buruk. “Saya pernah menemukan anak-anak di sekolah berasrama, justru disuruh buka jilbab beramai-ramai dan diajarkan berjoget di luar sekolah. Tentu tanpa sepengetahuan pihak sekolah,” kata Apridar kepada Serambi, Rabu (3/2)
Namun, Apridar tak mau menceritakan detail siswa sekolah mana
yang luput dari pantauan guru sekolah. Apridar hanya berharap pengelola
sekolah, khususnya yang berasrama, menjalin sinergitas dengan orang tua,
sehingga kasus-kasus serupa tidak terulang.
Dikatakan Apridar, ada banyak tantangan bagi masyarakat Aceh yang bertekad mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya, baik dari internal maupun eksternal. “Dari internal, salah satunya, ya orang-orang Islam yang mengagung-agungkan kebebasan. Ini harus diwaspadai oleh semua pihak,” kata Rektor Unimal itu.
Dua pekan lalu pemerintah menghentikan kegiatan Gafatar dan
memulangkan pengikutnya ke daerah masing-masing bukan hanya lantaran
penistaan agama, tapi juga dianggap makar terhadap negara.
Gubernur Jawa Tengah bahkan sudah menyurati Pemerintah Aceh untuk
segera menjemput eks anggota Gafatar asal Aceh yang saat ini berada di
Boyolali. Jumlah mereka tak sedikit, bahkan bocah pun ada. (gun/bah/jaf/c38/edi/sak)
No comments